Program tayangan reality show di semua stasiun televisi mesti memperjelas kategorinya secara transparan. Jika memang program tersebut dibuat-buat jangan menginformasikan ke publik kalau kejadian itu sungguhan (real) dan tanpa rekayasa.
Persoalan kategorisasi program reality show agaknya membuat banyak kalangan harus angkat bicara. Seperti yang diungkapkan pengamat media, Ade Armando, ketika forum diskusi mengenai infotainment di Dewan Pers, Selasa kemarin. Menurutnya, kejelasan mengenai kebenaran tayangan harus diungkapkan. Kalau memang program tersebut dibuat-buat, harus dijelaskan ke masyarakat kalau tayangan yang disaksikan bukan realty (sungguh-sungguh).
“Kita tentunya tahu kalau program yang mengkategorikan dirinya sebagai program realtiy show sebenarnya bukan real atau istilahnya bohong-bohong atau dibuat-buat. Mestinya, kalau program tersebut dibuat-buat atau direkayasa, harus ada penjelasan ke masyarakat penonton jika tayangan yang mereka saksikan itu hanya bohong-bohongan,” jelas Ade.
Sayangnya, meskipun usul mengenai penjelasan program agar dibuat secara transparan sudah sering disampaikan Ade dan sejumlah kalangan. Pihak penyelenggaran siaran, masih menganggap dan mengkategorikan program yang terkadang sering menampilkan adegan kekerasaan tersebut sebagai program realty show.
Padahal, di dalam UU No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran dijelaskan mengenai tidak bolehnya siaran televisi itu mengandung hal-hal yang membodohi dan bohong. Dan, apa yang dikategorikan pada program tersebut sudah termasuk sebagai pembohongan. “Program reality show itu bohong dan itu sudah menabrak UU Penyiaran,” timpal salah satu peserta yang ikutn forum diskusi tersebut.
Sementara itu, dalam forum yang sama, ketika mengomentari perihal reality show kaitannya dengan produk jurnalistik. Ketua KPI Pusat, Sasa Djuarsa Sendjaja menegaskan, kalau realty show tidak termasuk produk jurnalistik. “Produk jurnalistik itu melalui beberapa proses seperti pengkajian, pencarian, pengolahan, pengayaan dan pendistribusian yang aktual serta faktual. Tapi, kita mesti teliti lagi apakah reality show bisa disebut produk tersebut,” jelasnya.
Dalam kesempatan itu, Sasa juga mengungkapkan jumlah aduan masyarakat yang masuk ke KPI terkait program acara reality show tahun 2009. Sepanjang tahun itu, lebih kurang 1113 aduan masuk ke redaksi KPI Pusat yang tentunya banyak mengeluhkan tayangan tersebut, terutama kaitannya dengan kualitas konten acara.
http://www.kpi.go.id/index.php?etats=detail&nid=1713
Next
« Prev Post
« Prev Post
Previous
Next Post »
Next Post »
0 Komentar untuk "Reality Show yang Bukan Real"