Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih mengatakan, jumlah perokok perempuan di Tanah Air cenderung meningkat dari tahun ke tahun. "Menurut survei nasional, ada kenaikan," kata Endang Rahayu saat menyampaikan paparan terkait peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia di Kantor Kementerian Kesehatan Jakarta, Kamis (27/5/2010).
Disebutkan, jumlah perempuan perokok yang tahun 1995 hanya 1,7 persen, sudah meningkat menjadi 5,06 persen pada 2007. Menurut Menteri Kesehatan, hal itu disebabkan antara lain oleh kampanye pencitraan dari industri tembakau yang dari waktu ke waktu kian agresif.
Secara terpisah, pegiat lembaga swadaya masyarakat Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok (LM3) Fuad Baradja mengatakan, industri rokok menggunakan trik-trik khusus untuk menarik kaum perempuan mengisap rokok.
Melalui iklan-iklan produk mereka, dia menjelaskan, industri rokok menyampaikan informasi yang menyesatkan tentang rokok. "Dibikin iklan dengan figur-figur yang terlihat keren yang kemudian membuat orang menganggap merokok sebagai hal yang keren. Mereka juga pakai kata-kata mild dan low tar, seolah rokok-rokok itu dampaknya lebih ringan dari rokok yang lain, padahal kenyataannya tidak demikian," katanya.
Iklan-iklan semacam itu, menurut dia, ikut memberikan kontribusi terhadap perubahan pandangan masyarakat terhadap perempuan yang merokok. "Dulu perempuan yang merokok dianggap nakal dan liar. Pelan-pelan pandangan itu berubah, tidak sekuat dulu, sehingga para perempuan tidak lagi merasa malu kalau merokok, bahkan sebaliknya, merasa keren," katanya.
Padahal, kebiasaan merokok sudah terbukti menimbulkan banyak gangguan kesehatan, membuat beban biaya kesehatan meningkat. Asap rokok yang dihirup seorang perokok mengandung komponen gas seperti karbon monoksida, karbon dioksida, hidrogen sianida, dan amoniak.
Selain itu, ada juga oksida dari nitrogen dan senyawa hidrokarbon serta zat kimia yang berbahaya termasuk tar, nikotin, benzopiren, fenol, dan kadmium. Gas dan partikel dalam asap rokok penyakit obstruksi paru menahun (POPM), seperti emfisema paru-paru, bronkitis kronis, dan asma.
Kebiasaan merokok juga menjadi penyebab utama terjadinya kanker paru-paru karena partikel asap rokok, seperti benzopiren, dibenzopiren, dan uretan, dikenal sebagai bahan karsinogen.
Bahan-bahan kimia dalam rokok, kata dokter spesialis kandungan dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta, Tricia Dewi Anggraeni, menimbulkan gangguan pada organ reproduksi perempuan.
"Rokok meningkatkan risiko terhambatnya pertemuan sel sperma dengan sel telur yang dapat mengakibatkan ketidakmampuan melahirkan bayi hidup," katanya. Merokok, ia melanjutkan, juga menghambat pematangan sel telur yang selanjutnya dapat menimbulkan gangguan siklus menstruasi. Bahkan, mempercepat masa menopause serta memperburuk tampilan fisik perempuan, seperti tekstur kulit, suara, dan binaran mata.
"Selain itu, merokok juga menghambat pertumbuhan janin. Perempuan yang merokok juga berisiko melahirkan bayi dengan berat badan rendah, sesudah itu pertumbuhannya juga akan terganggu," katanya.
Hal itu, menurut Menteri Kesehatan, akan menghambat tujuan pemerintah mencapai target Tujuan Pembangunan Millenium (Millenium Development Goals/MDGs), yaitu menurunkan angka kematian ibu.
Oleh karena itu, dia menjelaskan, pemerintah bersama komponen bangsa yang lain berusaha mengendalikan dampak penggunaan tembakau.
Usaha itu, kata dia, antara lain dilakukan dengan membuat regulasi dan menerapkan kebijakan pengendalian dampak tembakau.
"Sudah ada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang mengatur pengamanan produk yang mengandung zat adiktif termasuk tembakau," katanya.
Pemerintah, kata dia, juga mendorong penerapan kebijakan kawasan tanpa asap rokok. "Sekarang ini sudah ada 18 kabupaten/kota yang menerapkan peraturan daerah tentang kawasan tanpa asap rokok," demikian Menteri Kesehatan.
kompas.com
Next
« Prev Post
« Prev Post
Previous
Next Post »
Next Post »
0 Komentar untuk "Ketika Perempuan Merokok Dianggap Keren"