Musik Gamelan, Iringan Musik Dari Masa Majapahit

Suara gamelan yang ditabuh dengan apiknya membawa susasana tersendiri bagi para pendengarnya. Bagi masyarakat Jogja, tabuhan instrumen gamelan bukan hal yang asing lagi di telinga. Pada setiap acara wayangan, ketoprakan, dan upacara dalam kraton, tabuhan alat musik ini tidak pernah absen untuk diperdengarkan.

Gamelan berasal dari kata dalam bahasa Jawa 'gamel', yang berarti melakukan. Walau kadang menggunakan vokal dan instrumen berdawai, gamelan sangat mudah dikenali dari banyaknya instrumen metal yang dipakai. Gamelan khas Jawa Tengah terdiri dari saron, gender, gangsa, dan ugal. Bentuknya merupakan lempengan metal, dengan ukuran kecil, yang dijajarkan dalam satu baris.

Selain itu ada pula bonang dan kenong yang bentuknya mirip genderang serta gong yang digantung. Instrumen yang dinamai gambang juga menambah ramainya tabuhan gamelan. Bentuknya mirip dengan gender, saron dan yang lainnya, tapi mengganti lempengan metalnya dengan lempengan kayu. Kendhang yang juga merupakan alat tabuh, merupakan salah satu alat wajib dalam gamelan.

Pada masa kerajaan Mataram, gamelan mulai dibuat dengan menggunakan bahan dasar logam, yang menjadikan perubahan vital pada alat musik ini. Perkembangan gamelan pun dari waktu ke waktu terus mengalami perubahan yang begitu signifikan. Variasi dalam penggunaan instrumen musik ini mulai beragam. Saat ini, sering kali, gamelan dipadukan dengan alat musik modern seperti gitar atau keyboard, atau bahkan dipadukan dengan musik progresif.

Gamelan yang dianggap lebih rumit daripada jenis alat musik lainnya ini pada awalnya diperkenalkan oleh kerajaan Majapahit. Pada abad ke-16, gamelan pun mulai digunakan juga sebagai sarana untuk menyebarkan agama Hindu. Selain itu, gamelan biasanya digunakan untuk menemai tarian, pertunjukan wayang, hingga ke ritual-ritual tertentu. Biasanya gamelan sangat kuat terkait dengan kegiatan kesultanan dan ritual Jawa.

Kemajuan dan modernisasi memang sedikit banyak telah menurunkan dan menggerus eksistensi gamelan di masyarakat Jogja sendiri. Peminat masyarakat untuk belajar menabuh ataupun berminat untuk menikmati tampak turun.

"Saya belajar menjadi wiyaga (penabuh gamelan) karena saya mau melestarikan salah satu budaya tradisional," demikian ungkap Banu Wijawa (23) yang tergabung dalam kelompok gamelan muda-mudi Alfonsus. Belajar menjadi wiyaga pada saat ini sering dirasa sebagai hal yang 'ketinggalan jaman' oleh para generasi muda.

Padahal bila ditilik dari harganya, gamelan ini sangat bernilai tinggi. Harga lengkap satu set gamelan minimalnya samapai dengan Rp 150 juta, sedangkan untuk gamelan yang memiliki kualitas baik dapat mencapai Rp 600 juta, atau bahkan Rp 1 milliar.

Menurut Banu dalam melestarikan budaya, kita seharusnya selalu berpikir positif. "Budaya itu kan milik kita sendiri, jadi siapa lagi yang harus melestarikannya kalau bukan kita."


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEheI_2iUhL5uvxTOdORWV8itgkHXuc23rPzvJhAfR8-TRKUO7iySrOkZmZJd8RxuI__5oZPp194CJpkQ06NkaP1qUzvKPrcWECVq0Mrn91iP2NajPrDOQWd4Y_cQ3bFxhlIFupZYlDe5vSc/s1600/gamelan-above.jpg

sumber : trulyjogja.com
Bagikan :
+
Previous
Next Post »
0 Komentar untuk "Musik Gamelan, Iringan Musik Dari Masa Majapahit"

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 
Copyright © 2015 B-Mus - All Rights Reserved
Template By Kunci Dunia
Back To Top