Berkali-kali menggarap film bertemakan remaja, sekarang sutradara Hanny Saputra dipercaya oleh MD Pictures untuk memproduksi film yang diangkat dari novel karya Buya Hamka, Di Bawah Lindungan Ka’bah. Tidak tanggung-tanggung, Hanny mengaku film yang sedang dalam proses syuting ini berbudget cukup besar. Tentunya sebuah kehormatan bagi Hanny yang telah dipercaya untuk menggarap film dengan budget yang enggan disebutkan jumlahnya itu.
Tentunya untuk Hanny film ini akan memberikan pengalaman yang berbeda. Pasalnya dalam film berjudul sama dengan novelnya itu akan memberikan gambaran setting pada tahun 1920an. Bahkan ia pun sampai membuat setting Mekkah dengan Ka’bah-nya yang berukuran sama dengan aslinya. Untuk mendapat penjelasan yang lebih dalam lagi, 21cineplex.com menyambangi lokasi syuting film tersebut saat berlangsung di daerah Subang.
Film ini dikatakan sebagai film yang berbudget besar karena setting tempatnya yang tidak mudah, bisa Anda jelaskan?
“Ya, sebenarnya film ini setting-nya adalah Padang pada tahun 1920an. Cuma kita mengambil arsitektur kolonial untuk menggambarkan kelas yang sebenarnya. Jadi di Padang itu ada arsitektur kolonial dan tradisional. Jadi kita akan menggambarkan arsitektur pada tahun itu yang nantinya ada rumah Belanda, Mekkah, dan Ka’ bah. Semuanya kita buat di sini.”
Dengan budget besar apakah jadi tantangan tersendiri atau justru menjadi beban?
“Buat saya kalau saya dipercaya untuk membuat film ini berarti orang percaya pada saya untuk membuat film dengan mempertaruhkan angka sebesar itu, dan berarti nilai saya dihargai. Buat saya ini adalah sebuah penghargaan untuk sebuah kapasitas seni. Dan saya juga sangat yakin dengan film ini. Saya yakin punya potensi untuk menggarap film ini dengan bagus.”
Memang berapa sih budget yang dikeluarkan untuk film ini?
“Budget nggak pernah diomongin berapa konkritnya. Kalau mau digambarkan budget pakaiannya sendiri bisa dihargai dengan satu buah film standard. Pokoknya bisa dilihat dari kita bangun surau, lalu rumah ini kita bangun full, kita bikin Ka’ bah, dan CGI. Pada dasarnya produser mendukung kita membuat apapun asal film ini bisa diproduksi dengan hasil yang bagus.”
Untuk proses syutingnya sendiri berapa lama dan di mana saja?
“Kita rencananya syuting 55 hari, ada di Padang, Semarang, Ambara, Jogjakarta, Subang, Bayah, dan Pelabuhan Ratu.”
Menurut Anda set tempat mana yang paling berat?
“Menurut saya semuanya berat. Kita bikin Ka’bah berat, bikin surau juga berat.”
Untuk Ka’bah, seberapa besar Anda buat?
“Kita bikin Ka’bah dengan ukuran 1:1, artinya sesuai ukuran aslinya. Lalu kita gabungkan dengan CGI, background kita bikin, kita mix dengan animasi.”
Bagaimana dengan bahasa yang digunakan? Apakah tetap menggunakan bahasa Padang?
“Kita tidak pakai bahasanya, tapi lebih ke dialeknya supaya lebih universal dan penonton bisa lebih mengerti.”
Apa yang menjadi tantangan terbesar untuk film ini?
“Tantangan terbesarnya sebenarnya karena berangkat dari novel besar karya Buya Hamka yang kita kenal sebagai sastrawan besar. Yang sulit bagaimana menggambarkan kisah cinta dengan nafas islam. Di sini saya menerjemahkan seorang karakter muslim, bagaimana islam itu ada di diri manusia. Itulah yang membedakan dari film cerita cinta yang lain sekaligus menggambarkan islam sebagai setting dan ruhnya."
Bagaimana dengan pemilihan pemainnya?
“Untuk Bella, saya melihatnya ia mewakili wajah innocent. Dengan wajahnya itu bisa menggambarkan wanita yang baik dan soleh sebagai wanita muslim. Buat saya Bella alamiah, kebaikannya terlihat dari wajah. Memasukkan perannya sebagai gadis desa yang baik dan lugu buat saya tidak sulit, karena memang orangnya santun. Kalau Junot menurut saya ia mewakili wajah asia. Dia juga cocok sebagai orang terpelajar. Bagaimana dia merubah karakternya dari orang bawahan menjadi orang yang terpelajar karena berhasil sekoah tinggi.”
Bagaimana kerjasama dengan para pemain senior?
“Dengan Didi Petet buat saya dia kakak saya di IKJ, Cuma dia jurusan teater. Paling tidak saya berhadapan dengan orang pemain watak, dengan pendidikan akting yang bagus, dengan pemikiran-pemikiran keaktoran yang bagus juga. Jadi saya bisa diskusi dengannya, bisa saling memberi masukan. Kalau Mbak Yenny (Yenny Rachman) mempunyai pengalaman akting yang bagus, apalagi dia pernah meraih Piala Citra. Cuma ada kendala waktu itu saya membentuk dia agar lain dari yang biasa dia mainkan. Saya ingin dia jangan bermain ekspresif tapi saya ingin main impresi. Jadi karakternya memang ekspresif tapi saya juga ingin suasana hidup, lingkungan juga hidup, keheningan tetap dijaga, jadi hal tersebut yang harus ada penyesuaian dari saya dengan mbak Yenny.”
Apakah ada cara penggarapan yang berbeda dengan para pemain muda dengan yang lebih senior?
“Pada dasarnya sih sama saja. Yang kita pilih itu kan pemain yang paham tentang keaktoran, seperti Bella, Junot, mas Didi, mbak Yenny, dan mbak Widyawati. Jadi semuanya adalah orang yang telah matang. Mungkin bedanya kalau yang muda masa kekiniannya cenderung tinggi, kalau yang lebih dewasa, untuk sopan santun orang dulu lebih tahu. Untuk yang lebih muda juga biasanya ngomongnya lebih ceplas-ceplos, itu yang kita tekan.”
Kapan rencananya film ini akan rilis?
“Rencannya kita akan rilis untuk lebaran tahun ini.”sumber:http://www.21cineplex.com/exclusive/hany-saputra-tampilkan-ka-bah-ukuran-asli-dalam-film-di-bawah-lindungan-ka-bah,134.htm
0 Komentar untuk "Hany Saputra: Tampilkan Ka'bah Ukuran Asli Dalam Film Di Bawah Lindungan Ka’bah"